Stats Perform
·5 Maret 2020
Stats Perform
·5 Maret 2020
17 Desember 2011 adalah titik nadir bagi salah satu tim raksasa Kolombia America de Cali. Mereka bangkrut, tidak berdaya karena mendapat sanksi ekonomi. Klub ini terperosok dan untuk pertama kali sepanjang sejarah terdegradasi.
Bagi mereka di Kolombia dan mungkin di Amerika Selatan, America de Cali adalah raksasa namun sejak kejatuhan tersebut, tidak banyak pihak yang meyakini mereka bisa bangkit.
Akan tetapi pada 7 Desember 2019, America berhasil merajai Torneo Finalizacion. Kebangkitan mereka sama dramatisnya dengan kejatuhan yang pernah mereka alami.
Penderitaan sudah mereka rasakan jauh sebelum terdegradasi ke divisi dua. Tim ini merupakan kekuatan hebat di era 1980 dan 1990an. Mereka berhasil mengoleksi delapan gelar Primera A dan sedikitnya menjadi runner-up sebanyak empat kali di Piala Libertadores. Nama-nama beken seperti Freddy Ricon, Oscar Cordoba, Leonel Alvarez, idola Paraguay Roberto Cabanas dan duo Argentina Julio Cesar Falcioni dan Ricardo Gareca hanyalah segelintir dari sederet nama top lainnya yang pernah beredar di Estadio Pascual Guerrero.
Ketika mereka bergelimang trofi, dominasi America mulai terasa bakal menghilang merujuk pada pihak yang mendanai klub. Pada 1996, Departemen Keuangan Amerika Serikat memasukkan nama klub dalam Clinton List, sebuah daftar hitam perusahaan dan individu yang dituding terkait dengan cartel obat terlarang yang memang sudah lama merasuki dan menjadikan Kolombia sebagai salah satu negara paling berbahaya di dunia.
Ketika itu Miguel Rodriguez Orejuela adalah pemilik saham terbesar klub. Dia diketahui sebagai pemimpin Kartel Cali yang diestimasi mengendalikan 90 persen perdagangan kokain di seluruh dunia setelah kematian Pablo Escobar. Rodriguez Orejuela dan adiknya Gilberto ditangkap di Kolombia dalam penyerbuan terpisah pada 1995, namun baru nyaris satu dekade kemudian mereka diekstradiksi ke Amerika Serikat, dan sebelumnya mereka sanggup memimpin kartel di balik jeruji besi.
Pencucian uang jutaan dolar dilakukan mulai akhir 70an, menjadikan klub tersebut sebagai salah satu yang terkuat di Amerika Selatan. Jika bakat di atas lapangan gagal, maka uang itu bisa mereka gunakan di tempat lain.
"Mereka menciptakan sebuah tim yang nyaris tidak bisa disentuh di seluruh pelosok Kolombia. Tidak hanya melalui pemain-pemain hebat, tetapi dengan menggunakan uang ilegal," ujar Fernando Rodriguez, anak Gilberto pada El Universal. "Uang juga bisa mempengaruhi sejumlah hasil pertandingan, karena mereka juga membayar wasit untuk menguntungkan tim." Mereka membeli wasit melalui perantara yaitu Hernan Velasco, yang juga merupakan ofisial pertandingan namun punya hubungan dekat dengan keluarga, yang kemudian memantik kemarahan lalu diculik di luar sebuah klub malam di Cali dan tidak pernah terlihat lagi.
Ketika dana dari Kartel menghilang dan semua rekening klub dibekukan ditambah Departemen Keuangan yang menerapkan larangan terhadap sponsor atau investasi dari luar, America melambat, kejatuhan mereka tidak bisa dihindari meski pada 2000 mereka berhasil meraih gelar Primera untuk meminimalkan impresi negatif. Sayangnya, di akhir dekate penderitaan tersakit bagi klub tidak bisa dihindari.
Pada 2009, America mengakhiri Primera A di papan bawah, mereka diselamatkan oleh regulasi poin rata-rata. Akan tetapi dua tahun kemudian, sistem yang sama memaksa mereka tampil di play-off untuk bertahan di kasta tertinggi sepakbola meski berhasil mengakhiri musim di peringkat 13. Setelah dua hasil imbang lawan Patriotas, America tumbang di drama titik putih hingga dipaksa bermain di Primera B. Tim baru diluncurkan pada 2012 di bawah pemlik baru, namun Dewi Fortuna belum mau menghampiri karena tiket promosi tak kunjung didapatkan.
Baru pada 2017, setelah lima tahun menderita di kasta kedua sepakbola Kolombia, Amerika kembali ke level elit. Momen paling penting terkait kebangkitan klub terjadi pada 2013 ketika nama mereka keluar dari Clinton List hingga klub yang punya masalah finansial besar ini diperbolehkan lagi menerima investasi dari sponsor.
Jalan menuju kebangkitan tetap berliku bagi America, mereka tidak hanya harus dihadapkan dengan stigma pernah berhubungan dengan salah satu organisasi kriminal paling kuat di dunia, namun mereka juga harus bekerja keras untuk mengukuhkan diri lagi sebagai salah satu tim top di Kolombia. Kerja keras itu berbuah hasil pada Desember tahun lalu. Junior, juara Apertura, berhasil mereka tumbangkan 2-0 melalui dua leg pertandingan hingga melahirkan pesta di Pascual Guerrero.
Itu adalah gelar ke-14 bagi tim berjuluk Rojo tersebut dan yang terpenting adalah bukti kebangkitan setelah mereka nyaris ambruk sepenuhnya.
Pascual, dengan kapasitas 35.000 penonton, merupakan kandang America sejak era sepakbola profesional di Kolombia. Pascual adalah salah satu stadion paling menawan di Kolombia dan pertengahan pekan lalu untuk pertama kali dalam lebih dari satu dekade mereka menyuguhkan lagi di Copa Libertadores dengan menyambut kedatangan Gremio.
Akan tetapi, bahkan ketika masih beredar di Primera B, fans Rojo tidak pernah menghentikan dukungan hebat mereka. Divisi kedua Kolombia biasanya menarik 4.500 penonton namun ketika America bertarung dengan tim seperti Bogota FC, Atletico Bucaramanga dan Expreso Rojo setidaknya 30.000 fans America membanjiri stadion. Kesetian fans tidak pernah hilang dari tim ini.
America memang tidak lagi diperkuat oleh pemain sekelas Rincon atau Cabanas, mereka harus menaruh harapan pada striker Michel Rangel, bintang yang sudah menua Adam Ramos yang dilengkapi sederet youngster berbakat dipimpin oleh Daniel Quinones, tetapi setelah melewati momen-momen sulit, pada akhirnya tim ini bisa menatap masa depan yang lebih baik dengan lebih tegap.